Sabtu, 13 April 2019

Anak-anak Muda di Balik Aplikasi Anti Tengkulak - detikFinance




Jakarta

- Era digital yang deras perkembangannya memang sudah seharusnya dimanfaatkan oleh kita semua sebagai sebuah kesempatan mengubah suatu proses bisnis menjadi lebih baik. Seperti anak-anak muda ini yang rela menghabiskan waktu untuk berfikir mengenai nasib kesejahteraan para petani di tanah air.

Petani nasional identik dengan profesi yang di-kesekiankan. Padahal, sektor pertanian Indonesia merupakan kontributor terbesar ke-2 dari PDB Indonesia dan 35% tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor ini.

Namun, yang menjadi kendala dalam tingkat kesejahteraan petani adalah masih adanya permainan para tengkulak yang membuat hasil produksi petani tidak menguntungkan. Pasalnya, para tengkulak membeli harga murah dari petani namun dijual dengan harga mahal ketika sudah di pasar.





Petani pun tidak banyak bisa berbuat perubahan dikarenakan berbagai faktor. Minimnya akses penjualan ke pasar menjadi salah satu alasan banyak petani yang masih menjual hasil produksinya ke mereka.

Menjawab hambatan yang ada dengan, mendorong sejumlah beberapa anak muda memanfaatkan teknologi yang terus berkembang sebagai solusi kegelisahan para petani Indonesia. Anak-anak muda ini menciptakan sebuah aplikasi yang mampu memotong mata rantai distribusi dan memberikan harga lebih baik dari para tengkulak.

Dia adalah Muhammad Nanda Putra sebagai Co Founder & CEO TaniJoy. Pria berusia 27 tahun ini bersama kedua rekannya Kukuh Budi Santoso dan

Febrian Imanda Effendy membangun aplikasi ini dengan modal Rp 60 juta.

"Kami terinspirasi dari kondisi pertanian di Indonesia terutama kondisi petani kita yang masih kurang sejahtera, padahal 35% dari tenaga kerja di Indonesia adalah Petani dan 60% dari mereka sudah memasuki usia senja," ujar Nanda kepada detikFinance, Jakarta, Sabtu (6/4/2019).

TaniJoy merupakan perusahaan rintisan teknologi pertanian yang menghubungkan investor dengan mitra lahan dan mitra tani. Perusahaan ini berdiri sejak 2017, bertujuan memotong rantai pasok distribusi yang panjang antara petani hingga konsumen. Selain itu, juga bertujuan untuk menyerap sekaligus memberikan kepastian harga kepada para petani.

Pihaknya juga menawarkan layanan investasi proyek pertanian kepada para investor. Bahkan, aplikasi ini menugaskan field manager yang bertugas mengawasi dan mendampingi petani selama proyek berjalan.

"Apabila kita membandingkan kondisi Indonesia dengan Negara lain yang lebih maju, kita masih tertinggal jauh dari sisi teknologi, edukasi dan akses," ujar Nanda.

TaniJoy, kata Nanda, tidak sekedar memutus rantai distribusi namun juga membantu petani melalui permodalan input, sehingga hasil panen bisa dikontrol.

"Setidaknya dengan sistem kami bisa memotong 1 sampai 2 tingkat tengkulak di kebun dan bisa menaikkan margin," ujar dia.

Sementara TaniHub, sebuah perusahaan rintisan berbasis aplikasi ini juga sama dilatarbelakangi oleh anak muda yang sangat fokus dengan sektor pertanian. Yakni, Pamitra Wineka.

Pamitra membentuk TaniHub sejak 2015. TaniHub bertujuan menjadi penghubung antara petani langsung dengan pembeli. Bahkan, petani bisa berhubungan langsung dengan para mitra seperti penjual bibit, pupuk, lembaga keuangan, dan pemerintah.

"Target market TaniHub adalah UMKM serta individu yang ingin mendapatkan produk-produk segar berkualitas, langsung dari petani lokal, dengan harga yang baik serta sama-sama ingin membantu petani," kata Pamitra.

Saat ini, TaniHub sudah bekerjasama dengan sekitar 20 ribu petani atau 1.200 kelompok tani di seluruh Indonesia. Adapun, target pada tahun ini mitra menjadi 30 ribuan. Mayoritas petani mitranya masih berada di Pulau Jawa.

Adapun, produk yang dijual oleh TaniHub mulai dari buah, sayuran, daging ayam, ikan sampai dengan beras. Lalu, mayoritas buyer TaniHub adalah B2B seperti supermarket, restoran, katering, dan UMKM makanan.

"Brand kami bisa di temukan di berbagai supermarket maupun pasar dengan sticker Somerville (buah), Gold Farm (Sayur), VIS (ikan), dan Fowler (unggas). TaniHub hanya menjual produk lokal dari petani lokal, jadi tidak ada produk impor sama sekali," ujar Pamitra.

Dengan sistem yang sudah dijalankan, Pamitra mengaku mampu meningkatkan pendapatan petani cukup besar melalui aplikasi yang diciptakannya ini.

"Kami secara rutin melakukan survey internal untuk mengukur dampak sosial TaniHub untuk para petani. Saat ini rata-rata petani mitra TaniHub menikmati 30% kenaikan pendapatan dari sebelumnya saat masih bergantung pada tengkulak," ungkap dia. (hek/dna)












Read More

Tidak ada komentar:

Posting Komentar