Rabu, 10 April 2019

Tertarik Investasi di Fintech Lending? Simak Risikonya - Kompas.com - KOMPAS.com






JAKARTA, KOMPAS.com - Kini, pilihan investasi semakin beragam, salah satunya melalui platform financial technology ( fintech) peer to peer (P2P) lending yang mempertemukan antara lender dengan borrower.


Ketika seseorang berinvestasi melalui fintech P2P lending, uang yang diinvestasikan akan disalurkan kepada borrower atau peminjam.

Founder sekaligus CEO PT Amartha Mikro Fintek Andi Taufan Garuda Putra mengatakan, dengan imbal hasil yang cenderung tinggi, berinvestasi melalui platform fintech P2P lending bukan berarti tanpa risiko.

"Kami edukasi ke lenders, ini bukan fix income, mungkin memang bisa dapet 12,5 persen sampai 15 persen per tahun, tapi ada kemungkinan borrower gagal bayar, jadi kalau di P2P lending portofolio risk kredit macet, risikonya ada di lender," ujar Andi di Jakarta, Rabu (10/4/2019).


Baca juga: Pinjaman Fintech Sudah Menembus Rp 28,36 Triliun, Ini Penyebabnya

Andi mengatakan, profil lender dari Amartha sebagian besar adalah mereka yang tinggal di Jakarta dan sudah melek teknologi. Investasi di peer to peer lending menjadi pilihan kesekian lantaran mereka sudah memiliki investasi di platform lain seperti reksa dana, saham, atau obligasi pemerintah.

Andi mengatakan, perusahaan berupaya untuk memberikan edukasi kepada para lender mengenai potensi hilangnya dana yang ditanamkan para lender kepada borrower-nya.

Untuk itulah, Amartha kemudian melakukan kerja sama dengan perusahaan asuransi Jamkrindo dan Sinarmas untuk memberikan proteksi kredit yang disalurkan oleh pada lender.

"Lender bisa beli polis asuransi di Amartha, sudah kerja sama dengan Jamkrindo dan Sinarmas untuk proteksi kredit sebesar 75 persen dari pinjaman," ujar dia.

Namun, bukan berarti perusahaan abai terhadap kualitas kredit borrower-nya. Andi mengatakan, perusahaan melakukan penilaian terhadap para peminjam dana dengan melihat kemampuan borrower untuk membayar angsuran pinjaman juga dari keinginan peminjam untuk membayar angsuran pinjaman.

Kemampuan para peminjam tersebut bisa diukur dari produktivitas dari usaha yang dilakukan hingga potensi pengembangan usaha. Sementara, mengukur keinginan pembayaran angsuran dilakukan dnegan pertanyaan-pertanyaan psikologis.

"Kami melihat bagaimana behaviour seseorang ketika melihat uang. Kami beri pertanyaan-pertanyaan psikologis. Karena tidak semua orang yang mampu membayar angsuran ada willingnes untuk membayar angsuran pinjaman tersebut," ujar Andi.




























Read More

Tidak ada komentar:

Posting Komentar